Kamis, 21 Oktober 2010

Konsep Penataan Koridor Jalan Legian


Penataan difokuskan pada masalah pedestrian yang merupakan poin utama pengembangan koridor ini.
Masalah utama di bagian ini adalah dimensi pedestrian yang kurang layak untuk pejalan kaki.
Untuk itu, konsep yang digunakan adalah pelebaran jalar pejalan kaki sesai dengan volume rata-rata pejalan kaki dalam satu hari.


Selain itu, keberadaan bangunan yang sangat dekat dengan jalan juga menjadi masalah lain.
Semua bangunan yang ada tidak memperhatikan sempadan yang telah ditetapkan dalam peraturan.
Berdasarkan fakta dilapangan, konsep yang diterapkan adalah dengan mewajibkan setiap bangunan untuk menyediakan side back atau telajakan untuk setiknya memberi ruang agar bangunan dan jalur pedestrian tidak berhimpitan sehingga tercipta suatu kualitas jalur pedestrian yang optimal dimana para pejalan kaki dapat berkaktivitas dengan nyaman dan aman.



Selain itu, untuk menambah estetika dari jalur pedestrian ini akan ditempatkan lampu taman disepanjang koridor jalan dengan radius tertentu yang ditujukan untuk keindahan dan aspek keamanan di malam hari. Karna seperti yang kita ketahui bersama bahwa koridor Jalan Legian merupakan koridor jalan yang tidak pernah mati. Oleh karena itu, untuk aspek kenyamanan dan keamanan di malam hari maka pengadaan lampu taman dirasa perlu. 

Pada koridor jalan ini tidak ditemukan bangunan yang merupakan obyek konservasi atau preservasi. Namun, terdapat bangunan dengan fuungsi sosial yaitu balai banjar. Terdapat dua balai banjar di koridor jalan ini yaitu milik Banjar Pengabetan dan Banjar Pering. Oleh karena bangunan ini memiliki fungsi sosial dan menggunakan langgam arsitektur tradissional bali, maka bangunan ini dirasa perlu untuk dijadikan obyek konservasi atau preservasi mengingan tren perkembangan bangunan yang terjadi di koridor Jalan Legian ini cenderung ke arah arsitektur pop. Pelestarian bangunan ini juga salah satu upaya dalam menjaga dan melestarikan Arsitektur Tradisional Bali. . . . . . . . . . . . . . . . .

identity by design

This book could never have been written without
the generous assistance we have received from
people across the globe.We owe debts of gratitude
both to those who have provided information for
specific case studies, and to others who have played
key roles in pulling the whole project together.
Our understanding of specific case studies has
been enriched by many local people, without whose
insights we should never have penetrated beneath
the tourist veneer.We wish to thank the following
in particular: in Prague Michal Hexner and Jiˇri
ˇStursa; in Ljubljana Richard Andrews, Stane Bernik,
Peter Kreˇciˇ c,Vesna Grunˇ ci´c-Vedlin and Braco Muˇsi´c;
in relation to the Underground, Bob Langridge;
in Mexico Diego Villaseñor, Ricardo Legorreta,
Teodoro Gonzalez de Leon, Carlos and Lisa Tejeda,
Cecilia Martinez de la Macorra, Ana Maldonado
Villaseñor and Luis Gabriel Juarez; in Bologna Pier
Luigi Cervallati, Gianfranco Caniggia and Nicola
Belodi; in Perugia Lucia Vaˇsak and Fabrizio Fiorini; in
Malaysia Jimmy Lim, Mijan Dolbani and Bayo Bayudi;
in Boston Eric Schmidt and Dick Gavers; and in
relation to the Responsive Environments approach
Paul Murrain, Ivor Samuels, Richard Hayward, Sue
McGlynn, Graham Smith, Mariana Castaños, Dora
Boatemah (who sadly died before the book was
finished), Thomas Esterine and the residents of
Brixton’s Angell Town estate.We are very grateful
to them all. The authors wish to thank the following
for illustrations: Asia Publications, Concept Media,
Boston Redevelopment Authority, Landscape Design
Magazine, The MIT Press, the Trustees of the Public
Library in Boston, Verso Publishing Company, Edizioni
L’lnchiostroblu, Tachen, Electa, Arcadia, Institut
Masyarakat, Escala, The Monacelli Press, Thames and
Hudson, Birkauser Verlag AG, Studio Vista, Rotledge,
Uiverza v Ljubljani and Foulis Press.
Producing a book, however, is not only a matter
of intellectual debate. It also takes a great deal of
practical hard work. Here too we have debts to
acknowledge; in particular to Jane Handal, Jessica
Keal, Catherine Smith, Maureen Millard, Linda New,
Regina Mapua Lim, Anwar Punekar and Mario
Reyes.Without them,we should never have got the
book finished.
Finally, any long-running project needs constant
challenge and encouragement to keep it going.
Identity by Design is no exception; and we know how
much we owe to David Watson, to Iva Bentley, to
Christina Dorees, to all the students who pushed
us to develop these ideas in the first place, and to
the supportive climate of the Joint Centre for
Urban Design.

Georgia Butina Watson
Ian Bentley